Rabu, 31 Desember 2008

Perilaku Seksual Menyimpang


Aku pernah dg tidak sengaja melihat seorang co yg exhibitionist. Ceritanya gini, sewaktu pulang kuliah menuju tempat tinggalQ, dari jauh Q melihat ada 2 org anak kecil yg keheranan & merasa aneh setelah mereka melihat sesuatu, entah itu apa Q blm tau. Setelah agak dekat dg tempat anak2 itu merasa keheranan, Q melihat seorang co yg gelagatnya agak aneh, Q jd ngerasa aneh juga & merasa ada sesuatu yg ga beres. Setelah agak dekat dg tu co, co itu senyum2 senang sambil memandangQ. Q tambah aneh dg tu co.

Ternyata….tu co sedang melakukan sesuatu –yaitu sedang melakukan sesuatu dg “titit-nya” entah ngapain coz ga jelas Q liatnya & melakukan hal tsb didepan umum (memperlihatkan kemaluannya ddepan umum)-. Sontak aQ kaget & agak takut. Jarak tu co ga jauh2 amat lagi dg Q. Mau balik nanggung, rumah dh dekat bgt. Nekat aj jln terus pantang mundur, & pura2 cuek seakan ga liat apa yg dilakuin tu co.

Untungnya tu Co ga berusaha mendekat n ga ngapa2in aQ, dia diam ditempat aj sambil terus melakukan kegiatannya tadi. Tapi mungkin dia agak sebel dan kecewa dg diriQ kali ya, coz ekspresiQ waktu mandangin dia biasa2 aj & terkesan cuek. Orang2 spt dia (exhibist) kan mengharapkan respon dari org yg melihatnya kaya takut, shock, dll yg membuatnya senang. Dari respon org2 itu kn dia mendapatkan kenikmatan. Dan yg lebih untungnya lagi tuh, waktu itu Q ga pke kacamata jd pandanganQ agak kabur. Jadi ga ngeliat “punya-nya” co exhibist itu deh. H3…. Amit2 cabang bayi deh…

Ternyata yg ngeliat tu co sedang melakukan aksinya ga cuma aQ, Ka2 n adik Q juga. Mereka semua pada shock. Waktu mendengar cerita mereka Q cuma berkata: kalian liat hal seperti itu jg ya?? Tu org kayanya emang ada kelainan alias mengalami gangguan psikologis pd seksualnya, coz sblmnya Q juga dah ngeliat sendiri n kalian juga yg brarti dia emang sering spt itu, n Q ngerti2 dikitlah hal spt itu, kan Q dah belajar ttg penyimpangan seksual yg salah satunya membahas hal tsb waktu kuliah. H3… Langsung aja K2 Q berkata: pantesan aj kamu nyantai2 aj pas Q crita hal ini. Dah ngeliat sendiri n ngerti kenapa sih….. (H3…^.^v)

Kejadian di atas mungkin pernah kalian dengar atau bahkan kalian alami sendiri spt diriQ n K2Q. Memang biasanya yg mengalami hal ini para cewek. Perilaku co di atas merupakan salah satu perilaku seksual yg menyimpang, atau termasuk gangguan tingkahlaku seksual.

Berbagai jenis gangguan tsb bisa saja terdapat pada orang2 normal, sbg variasi. Tetapi kalau tingkah laku tsb sudah mjd keharusan, dilakukan ber-ulang2, dan merupakan satu2nya syarat utk tercapainya kepuasan seksual org tsb, maka sudah dikategorikan sbg kelainan, penyimpangan, atau gangguan.


DEVIASI SEKSUAL


Para ahli membagi ’deviasi seksual’ dlm berbagai jenis, antara lain:

Masochisme, seseorang yg mendapatkan kegairahan seksual dan kepuasan seksual dg siksaan fisik atau mental. Sikap ini timbul dari perasaan malu atau tidak senang dg hubungan yg biasa. Biasanya perilaku menyimpang ini muncul pada orang2 yg memiliki trauma negatif saat masih kecil. Pada penderitanya harus menjalani pengobatan psikologis yg intensif.

Sadisme, seseorang yg mencapai kepuasan seksual dg cara menimbulkan penderitaan psikologis atau fisik pada pasangannya (lawan dari masochisme). Spt juga masochisme, sikap ini timbul dari perasaan malu atau tidak senang dg hubungan yg normal.

Exhibitionisme, seseorang yg mendapatkan kepuasan dg memperlihatkan genitalia-nya di tempat umum serta pada org yg tidak dikenalnya. Perilaku menyimpang ini lebih sering terdapat pd co daripada ce. Penyebabnya karena adanya perasaan tidak mampu atau tidak aman hingga ingin mendapatkan perhatian.

Voyeurisme, seseorang yg mendapatkan kepuasan dg mengintip aktivitas seksual org lain, tanpa sepengetahuan org tsb. Disebut juga sbg peeping tom, karena biasanya dikerjakan secara diam2. Perilaku ini biasanya juga byk dilakukan co daripada ce, dg perbandingan 9:1.

Troilisme atau Triolosme, tindakan membagi pasangan dg org lain, sementara org tsb menontonnya. Seorang triolist adl seseorang yg mempunyai masalah dg kemampuannya sehingga butuh pengakuan.


ORIENTASI SEKSUAL


Adapun kalau dilihat dari orientasi atau sasaran seksual yg menyimpang, antara lain:

Zoofilia (Bestialitas), perbuatan atau fantasi melakukan hubungan dg hewan.

Pedofilia, perilaku pada seorang dewasa yg suka atau bergairah dg anak2. Penderita pedofilia biasanya bodoh, pencandu alkohol, dan asosial.

Transvestisme, perilaku seseorang yg dlm berhubungan harus memakai pakaian pasangannya. Misalnya, laki2 memakai pakaian perempuan. Transvestisme berlaku juga bagi laki2 atau perempuan yg bukan transeksual (banci). Biasanya muncul akibat pengalaman waktu kanak2 karena orangtuanya tidak puas dg jenis kelamin anaknya.

Fetishisme, yakni penggunaan benda (fetish) dlm melakukan hubungan. Obyek atau benda tsb dpt berupa pakaian dlm, rambut, sepatu, atau sarung tangan . Biasanya penderita fetishisme adl laki2, dan mereka mendapatkan benda2 tersebut dg cara mencuri atau merampas.

Incest, bentuk hubungan antara dua org yg masih mempunyai hubungan keluarga dekat. Banyak kasus terjadi pada pasangan dari keluarga yg tidak harmonis (broken home).

Semua org yg menderita perilaku menyimpang spt di atas, biasanya punya pengalaman hidup traumatis di saat kecil atau remaja. Sehingga mereka memang benar2 harus menjalani pengobatan atau terapi psikologis secara intensif.


Penyimpangan Perilaku Seks pada Remaja..!


Kisaran usia remaja laki2 dan perempuan adl antara 14-15 th sampai dg 17-18 th. Pada usia perkembangan tsb, percepatan pertumbuhan fisik sangat menonjol, sementara itu ciri seks primer dan sekunder pun ikut mengalami pertumbuhan. Proses pertumbuhan tentu saja mengarah pada bentuk dan pematangan fungsi spt layaknya manusia dewasa.

Gejolak emosional, sbg penyertaan percepatan perkembangan fisik, sering terjadi begitu ekstrem sehingga menyulitkan remaja sendiri maupun lingkungannya. Konflik dg orangtua dan keluarga pada umumnya akan berkembang, yg sering ditandai pada satu sisi oleh kebutuhan yg kuat utk mandiri (otonom). Sedangkan pada sisi lain dlm kenyataannya ketergantungan baik moril maupun materiil masih sangat besar pada orangtua dan keluarga.

Pertumbuhan fisik yg spesifik terjadi adl pematangan bentuk dan fungsi kelamin pada masa remaja. Pertumbuhan seks ini membawa konsekuensi psikologi yg juga cukup rumit dihadapi remaja, karena bersamaan dg itu remaja pun menyadari akan munculnya kebutuhan fisik baru, yaitu dorongan seksual dan kebutuhan akan pemuasannya baik secara erotik maupun hubungan seksual.

Kenyataan akan kesenjangan antara pematangan fungsi biologi dan pematangan sosial psikologis pun menjadi kendala psikofisik cukup berat yg harus dihadapi remaja.

Pertumbuhan fisik remaja akan membuat remaja kelihatan mengarah pada bentuk tubuh dewasa, yg antara lain ditandai oleh tinggi badan yg bertambah, lebar punggung dan pinggul yg juga bertambah, dan panjang serta besarnya organ panca indera serta fungsinya yg semakin sempurna. Kecuali itu ciri2 seks sekunder pun tumbuh pula, yg pada laki-laki antara lain terdiri dari tumbuhnya buah jakun, bulu2 di area tubuh tertentu, pori2 kulit membesar dan warna kulit pun menjadi agak kelam. Sementara pada perempuan, kecuali tumbuh bulu2 pada area tubuh tertentu, juga buah dada serta pinggul pun membulat dan membesar.

Dg pematangan fungsi seksual, yaitu menstruasi pd remaja perempuan dan mimpi basah pd remaja laki2, maka kelenjar seks pun memproduksi hormon yg mempengaruhi munculnya dorongan dan kebutuhan seksual erotis.

Percepatan pertumbuhan dan perkembangan fisik disertai pula gejala fisik lain yg dirasakan kurang nyaman oleh remaja. Remaja menjadi cepat lelah, malas, dan mudah mengantuk, sementara kuantitas dan kualitas makanan yg dibutuhkan pun meningkat. Kondisi ini akan diikuti oleh hal2 sbg berikut:

a. Keinginan mengisolasi diri dari pergaulan umum maupun pergaulan keluarga.

b. Kejenuhan/kebosanan. Timbul rasa bosan melakukan kegiatan yg sebenarnya selalu dilakukan dg senang hati, seperti bosan sekolah atau kegiatan sosial tertentu. Dg demikian, prestasi sekolah umumnya menurun drastis.

c. Gangguan koordinasi. Sering remaja tidak menyadari besarnya tubuh saat ini sehingga aktivitas fisik sering dilakukan spt seolah kelebihan tenaga.

d. Antagonisme sosial. Kebutuhan "otonom", mandiri berkembang sbg konsekuensi perlakuan yg menuntut dari lingkungan terhadap remaja. Namun kenyataannya, remaja merasa ia sendiri belum yakin akan kemampuan utk otonom, shg remaja sering dihadapkan pd situasi frustrasi.

e. Peningkatan emosionalitas. Kemurungan, cepat tersinggung, sifat-sifat provokatif, depresi, marah-gembira, silih berganti dlm waktu relatif singkat, sehingga sulit dimengerti oleh orangtua, keluarga, dan sekolah.

f. Kehilangan keyakinan diri. Perasaan selalu disalahkan lingkungan sering membuat remaja merasa kehilangan keyakinan diri. Hal ini diikuti rasa rendah diri yg eksesif pada utk sementara remaja.

g. Kesadaran akan kebutuhan erotiks dan seksual yg mendorong rasa ingin tahu tentang masalah seks dan seksualitas.

Berangkat dari rasa ingin tahu yg sangat besar inilah kisaran perilaku seksual remaja berada dlm dimensi wajar/normal hingga menyimpang.

Gejolak emosi remaja yg fluktuatif seperti diungkapkan di atas, membawa remaja pada posisi ber-tanya2 ttg keadaan teman remaja lainnya. Mereka mempertanyakan keadaan teman sebaya dan hal inilah yg membuat kedekatan emosional remaja menjadi erat dg teman sesama remaja.

Kedekatan emosional yg terjalin terkadang bahkan menggeser kedekatan emosional antara remaja dg orangtua dan keluarga. Mereka terkesan kompak dan saling melindungi. Rasa ingin tahu tentang hal seks pun diungkap dlm relasi dg teman sebaya. Oleh berbagai sebab memang terdapat kondisi mental remaja yg secara dimensional dpt diungkap sbg kondisi remaja sehat mental sampai dg remaja yg bermasalah.

Remaja bermasalah akan ditandai oleh rasa rendah diri yg intensitasinya tinggi, sangat labil secara emosional, sulit bergaul, dan terpaku pada gejolak emosi serta dorongan seksual semata.

Karakteristik Remaja Bermasalah adalah:

a. Remaja bermasalah pada dasarnya kurang mampu berkawan dan tidak populer. Ia akan secara berlanjut mengisolasi diri, rasa ingin tahu tentang seks akan dilampiaskan dg atau melalui kegiatan masturbasi/onani yg berlebihan yg membuat remaja semakin rendah diri karena rasa bersalah dan takut diketahui orang lain.

b. Pada remaja bermasalah yg dikuasai dorongan agresi dan antagonistik, maka kepekaan thdp pengaruh perilaku seks menyimpang pd umumnya akan lebih tinggi. Pada umumnya mereka juga rawan terhadap pengaruh penggunaan obat2an dan minuman keras. Remaja tipe ini akan menyalurkan rasa ingin tahu thdp seks melalui membaca "terbitan stensilan" di antara teman remaja sekelompok, menonton film biru, dan melakukan eksperimen seksual dg cara onani bersama teman remaja, mencoba hubungan seksual dg lawan jenis sebaya, bahkan dg pekerja seks, mencoba perilaku seks homoseksual dg teman sebaya atau dg waria yg berprofesi sebagai prostitusi, melakukan pemerkosaan bersama teman thdp korban yg ditemui di jalan.

Dg perilaku tsbt remaja akan mengembangkan sikap seksual negatif yg ditandai perilaku psikososioseksual sbg berikut:

1. Perkembangan sikap seksual negatif, sehingga mengalami kesulitan dlm menjalin relasi heterososial yg baik. Ia akan memperlakukan lawan jenisnya dg cara tidak sesuai dg tatanan normatif yg berlaku.

2. Remaja tipe ini akan secara bertahap kehilangan makna sakral hubungan seks antarjenis kelamin. Ia akan menganggap seks sbg sesuatu yg dpt dg mudah diperjualbelikan.

3. Dengan kehilangan makna sakral masalah seksual, remaja ini akan menempatkan dorongan seksual tidak lebih tinggi dari sekadar dorongan hewani. Tentu saja kondisi ini akan mendorong remaja berperilaku seks bebas yg membawa konsekuensi terserang penyakit kelamin sepertigonorhoe, herpesseksual, sifilis,bahkan AIDS.

ABORSI PADA REMAJA

Definisi Aborsi

Abortus Provocatus adalah istilah latin yang secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum. Artinya adalah dengan sengaja mengakhiri kehidupan kandungan dalam rahim seorang perempuan. Yang berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di dalam kandungan. Ini bisa dikatakan adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.

Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
  • Aborsi Spontan / Alamiah: berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas dari sel telur dan sel sperma.
  • Aborsi Buatan / Sengaja: pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini bisa dokter, bidan atau dukun beranak).
  • Aborsi Terapeutik / Medis: pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik.

Karena itu, abortus provocatus (aborsi yang disengaja) harus dibedakan dengan abortus spontaneous (abortus spontan) yang mana kandungan seorang perempuan hamil dengan spontan gugur. Dalam bahasa Indonesia, yang pertama disebut “pengguguran kandungan”, sedangkan yang kedua disebut “keguguran”. Untuk menunjukkan pengguguran kandungan, istilah yang paling popular sekarang digunakan adalah “aborsi” yang berasal dari kata “abortions”.


Sebab-Sebab Dilakukannya Aborsi pada Remaja

Aborsi bisa dilakukan oleh seorang wanita hamil dengan berbagai alasan. Tetapi alasan yang paling utama adalah alasan-alasan yang non-medis (termasuk jenis aborsi buatan / sengaja).
Alasan-alasan dilakukannya aborsi seperti: tidak ingin memiliki anak karena khawatir mengganggu karir, sekolah ataupun tanggung jawab lainnya; tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak; dan tidak ingin memiliki anak tanpa ayah.
Alasan lain yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang hamil di luar nikah), aib keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Kebanyakan kasus aborsi adalah karena alasan-alasan yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri – termasuk takut tidak mampu membiayai, takut dikucilkan, malu atau gengsi

Dampak Aborsi

Aborsi sangat berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan perempuan terutama jika dilakukan secara sembarangan, yaitu dilakukan oleh mereka yang tidak terlatih. Pendarahan yang terus-menerus serta infeksi yang terjadi setelah tindakan aborsi merupakan sebab utama kematian perempuan yang melakukan aborsi. Di samping itu aborsi juga berdampak pada kondisi psikologis. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).
Perasaan sedih karena kehilangan bayi, beban batin akibat timbulnya perasaan bersalah dan penyesalan dapat mengakibatkan depresi. Oleh karena itu konseling mutlak diperlukan kepada pasangan sebelum mereka memutuskan untuk melakukan tindakan aborsi. Tindakan aborsi harus diyakinkan sebagai tindakan terakhir jika altenatif lain sudah tidak dapat diambil.

Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
1. Kehilangan harga diri
2. Berteriak-teriak histeris
3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi
4. Ingin melakukan bunuh diri
5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang
6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual
Diluar hal-hal diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya

Tindakan Preventif untuk Mengurangi Angka Aborsi

• Berikan remaja akan informasi yang benar, konseling, dan pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi yang berkualitas
• Mendorong remaja untuk melanjutkan pendidikan, memaksimalkan potensi, mencegah pernikahan dini dan risiko melahirkan muda
• Mengajarkan pada remaja (khususnya perempuan) untuk bertindak asertif terhadap pasangan.
• Mendorong anak perempuan untuk menunda kehamilan sampai mencapai kematangan baik secara psikis dan emosi.
• Menyiapkan anak laki-laki menjadi ayah dan teman yang bertanggung jawab.
• Mendorong orang dewasa khususnya orangtua mau mendengar dan merespon masalah remaja.
• Menolong remaja terhindar dari risiko dan bahaya seksual dan reproduksi.
• Melibatkan remaja dalam keputusan-keputusan yang menyangkut kehidupannya.

Penanganan Pasca Aborsi

Sesudah menjalani aborsi, perempuan tidak boleh dibiarkan berjuang sendirian. Konseling yang baik harus tersedia baginya, bila ia membutuhkan untuk mengatasi masalah-masalah psikologisnya. Jadi, konseling itu tidak hanya penting saat sebelum memutuskan aborsi tetapi juga sesudah aborsi dijalani.

Sabtu, 27 September 2008

Sambungan Skizofren (2)

Tiga tipe simtom negatif yang diakui dalam DSM-IV sebagai inti dari skizofrenia:

  1. Affective flattening

Affective flattening adalah berbagai bentuk penurunan atau pengurangan (reduksi), atau bahkan sama sekali hilangnya respons2 afektif terhadap lingkungan, terganggu dalam menampilkan reaksi2 emosionalnya. Sering juga disebut sebagai blunted affect. Raut wajah mereka tetap tidak berubah dalam waktu yang lama, tak peduli apapun yang terjadi dan bahasa tubuhnya mungkin tidak responsibel atas apa yang terjadi di lingkungannya. Orang dengan blunted affect mungkin berbicara dengan nada yang monoton tanpa ada ekspresi emosi dan mungkin tidak melakukan kontak mata dengan orang lain.

  1. Alogia

Alogia atau kemiskinan bicara adalah pengurangan atau penurunan (reduksi) berbicara. Penderita mungkin tidak berinisiatif untuk berbicara dengan orang lain, dan jika ditanya secara langsung (direct question), ia menjawabnya dengan singkat dengan isi jawaban yang tidak berbobot. Kurang atau kerusakan berbicara mungkin menggambarkan kekurangan atau kerusakan dalam berpikir, meskipun hal itu mungkin untuk sebagian disebabkan oleh kurangnya motivasi berbicara.

  1. Avoilition

Avoilition adalah ketidakmampuan untuk bertahan pada saat2 biasa, atas aktivitas yang mengarah pada pencapaian tujuan, termasuk dalam bekerja, sekolah dan di rumah. Orang seperti ini memiliki masalah besar dalam menyelesaikan tugas2 dan adanya disorganisasi dan ketidakpedulian; nyata sekali secara penuh tidak termotivasi.

Negatif simtom dari skizofrenia dapat menjadi sulit didiagnosis secara reliabel. Karena skizofrenia meliputi ketidakhadiran perilaku, lebih banyak daripada menghadirkan perilaku tertentu yang dapat didiagnosis; negatif simtom terletak dalam kontinum antara normal dan abnormal, lebih sedikit dibandingkan perilaku yang jelas2 ganjil; negatif simtom dapat disebabkan oleh faktor dalam lainnya dari skizofrenia seperti depresi atau isolasi sosial, atau karena simtom negatif mungkin menjadi bagian dari efek pengobatan.

Skizofrenia (Schizophrenia)

Skizofrenia? Apa tuh??? Mungkin banyak yang belum mengenal istilah ini. Istilah ini adalah sebuah istilah untuk suatu ganggguan atau bisa disebut penyakit, tapi orang2 lebih banyak mengenalnya dengan istilah penyakit gila, sehingga orang yang menderita gangguan ini biasanya disebut sebagai orang gila (orgil). Penyebabnya bisa bermacam2. Ada yang karena stress, stressor, turunan, dll.

Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik yang ditandai terutama oleh distorsi2 mengenai realitas, juga sering terlihat adanya perilaku menarik diri dari interaksi sosial, serta disorganisasi dan fragmentasi dalam hal persepsi, pikiran dan kognisinya. Pada suatu saat, orang2 yang menderita skizofrenia ini berpikir dan berkomunikasi dengan sangat jelas, memiliki pandangan yang tepat atas realitas, dan berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari2nya. Pada saat yang lain, pemikiran dan kata2 mereka terbalik2, kehilangan sentuhan (touch) dengan realita, dan tidak mampu memelihara diri mereka sendiri, bahkan dalam banyak cara yang mendasar.

Gambaran klinis skizofrenia

Gangguan skizofrenia terkadang berkembang pelan2 dan tidak tampak dengan jelas. Pada kasus2 tertentu, gambaran klinis didominasi oleh perasaan kurang hangat (seclusiveness), minatnya makin lama makin lemah terhadap dunia lingkungannya, dan melamun yang berlebihan serta tidak adanya responsivitas emosional (blunting of affect). Akhirnya, respons2 yang tidak selaras atau ringan saja tampil, sepertinya tidak begitu peduli terhadap properti sosial (barang2 umum milik masyarakat).

Pola2 simpton ini secara tradisional mengacu pada proses2 skizofrenia, yaitu adanya perkembangan yang gradual dari waktu ke waktu dan tidak muncul segera ketika terdapat ada stresor yang tiba2, serta cenderung untuk berjalan dengan jangka panjang. Hasil dari proses2 skizofrenia secara umum dinilai tidak baik, sangat meragukan, karena kebutuhan untuk mendapatkan penanganan (treatment) biasanya tidak ditemukan sampai pola2 perilakunya benar2 tampak sebagai perilaku sakit.

Awal dari munculnya gangguan2 aktual disebut kronik skizofrenia. Dalam keadaan lainnya, penampakan simtom2 skizofrenia bisa tiba2 dan dramatik serta ditandai oleh adanya goncangan emosional yang kuat (intense) dan kebingungan yang sangat kuat. Pola ini yang biasanya diasosiasikan dengan sumber2 stres yang bersifat aktual yang digunakan mengacu pada reactive schizophrenia atau juga disebut good premorbid atau acute schizophrenia.

Jumat, 13 Juni 2008

Pubertas Pada Remaja Dengan Retardasi Mental

Pubertas terjadi pada semua remaja, termasuk remaja dengan Retardasi Mental. Sebelum kita membahas tentang itu sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu tentang apa yang dimaksud dengan Retardasi Mental. Retardasi Mental (Mental Retardation) yang biasa disingkat dengan RM, yaitu keterlambatan yang mencakup rentang yang luas dalam perkembangan fungsi kognitif dan social. RM disebut juga oligofrenia atau tuna mental. RM ialah keadaan intelegensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Jadi, Remaja dengan RM berarti remaja tersebut mengalami keterlambatan dalam perkembangan fungsi kognitif dan sosialnya, intelegensinya juga kurang dari remaja-remaja biasanya yang normal sejak masa perkembangannya (yang terjadi baik sejak ia lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan pada remaja dengan RM ini, yang gejala utamanya adalah karena intelegensinya yang terbelakang tadi.

RM bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan dimana individu tersebut menunjukkan gangguan fungsi intelektualnya yang dimulai sejak masa perkembangannya yang bermanifestasi pada gangguan belajar dan gangguan penyesuaian diri dengan lingkungannya. RM bisa didiagnosis berdasarkan kombinasi dari 3 kriteria; (1) skornya rendah pada tes intelegensi formal (skor IQnya kira-kira 70 atau dibawahnya); (2) adanya bukti hendaya dalam melakukan tugas sehari-hari dibandingkan dengan orang lain yang seusianya dalam lingkup budaya tertentu; dan (3) perkembangan gangguan terjadi sebelum usianya 18 tahun.

Terjadinya RM dapat disebabkan oleh kondisi genetik (faktor keturunan) yang beberapa disebabkan gen abnormal yang diturunkan dari orang tua, kesalahan ketika perpaduan gen; atau alasan lain misalnya syndrome down, syndrome x fragile dan phenylketonuria atau tak jelas sebabnya (simpleks). Keduanya ini disebut RM primer. Sedangkan faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi waktu dalam kandungan atau anak-anak. Faktor luar ini antara lain infeksi atau kerusakan jaringan otak; masalah selama kehamilan; masalah waktu melahirkan, seperti tidak mendapatkan cukup oksigen; masalah kesehatan, penyakit seperti batuk pertusis, cacar atau meningitis. Selain itu bisa juga malnutrisi yang ekstrim, tidak mendapatkan perawatan medis atau karena racun seperti logam mercuri, gangguan jiwa pada masa anak-anak dan kurangnya rangsangan sosial dari lingkungan.

Klasifikasi RM dan tingkah laku adaptif yang terlihat (pada usia 6-21 tahun, pelatihan dan pendidikan) menurut DSM berdasarkan tingkat keparahannya ada 4, yaitu:

  1. RM ringan (mild), rentang IQ 50-55 sampai sekitar 70, menguasai keterampilan praktis serta kemampuan membaca dan aritmetika sampai kelas 3-6 SD dengan pendidikan khusus, dapat diarahkan pada konformitas sosial.
  2. RM sedang (moderate), rentang IQ 35-40 sampai 50-55, dapat mempelajari komunikasi sederhana, perawatan kesehatan dan keselamatan dasar, serta keterampilan tangan sederhana; tidak mengalami kemajuan dalam fungsi membaca atau aritmetika.
  3. RM berat (severe), rentang IQ 20-25 sampai 35-40, biasanya mampu berjalan, tetapi memiliki ketidakmampuan yang spesifik; dapat mengerti pembicaraan dan memberikan respons; tidak memiliki kemajuan dalam kemampuan membaca atau aritmetika.
  4. RM parah (profound), rentang IQ di bawah 20 atau 25, keterlambatan yang terlihat jelas dalam semua area perkembangan; dapat menunjukkan respons emosional dasar; mungkin berespons terhadap pelatihan keterampilan dengan menggunakan kaki, tangan, dan rahang; memerlukan supervisi/pengawasan yang ketat.

Bila kita berbicara tentang remaja dengan RM, jangan lihat usia biologisnya, tetapi lihatlah usia mentalnya. Pada kebanyakan remaja dengan RM, perubahan fisik terjadi pada usia yang sama seperti pada usia remaja normal. Bedanya, perubahan hormonal, fisik serta emosional tersebut terjadi pada anak yang tidak matang secara intelektual dan kurang perkembangan daya pikir abstraknya. Kadang-kadang dikatakan bahwa remaja dengan RM mencapai pubertasnya pada usia yang lebih tua daripada remaja yang normal. Dan perubahan-perubahan pubertas itu seringkali tidak lengkap.

Jadi, seperti remaja pada umunya, masa pubertas juga memberikan pengaruh kepada remaja RM. Selain pertumbuhan fisik kelenjar-kelenjar hormonnya juga mulai aktif bekerja khususnya hormon-hormon seksualnya sehingga muncul pula keinginan seksual pada remaja RM. Meskipun pada perkembangan fisik tidak ada masalah, tetapi pada perkembangan mental dan kepribadiannya pada remaja dengan RM memiliki keterbatasan. Remaja RM memiliki kesulitan dalam bergaul, berhubungan dengan lawan jenisnya, dalam mengendalikan emosi dan dalam mengikuti aturan-aturan. Remaja dengan RM sangat suggestible, yaitu mudah terpengaruh orang lain baik dalam arti yang baik maupun buruknya.

Masalahnya sekarang adalah bagaimana menghadapi remaja RM yang sudah mulai memasuki masa puber. Banyak orang tua menunda-nunda pengajaran tentang seksualitas kepada anak-anak mereka, terutama anak-anak dengan RM. Mereka beranggapan bahwa anak-anak mereka itu belum waktunya mendapatkan pelajaran tersebut karena mereka belum siap, mengingat mereka adalah anak-anak yang mempunyai intelegensi yang terbelakang yang akan sulit mengerti dan memahami masalah seperti itu. Padahal pendidikan seksual itu merupakan bagian dari pendidikan secara keseluruhan dari seorang anak, baik yang normal maupun yang subnormal.

Walaupun kita ketahui bahwa dalam mengantarkan anak dengan RM menuju kedewasannya membutuhkan pembinaan dan pengawasan yang ketat dan terus-menerus. Pemberian pelajaran tentang seksualitas juga perlu diberikan tidak hanya oleh orang tuanya saja, tetapi juga oleh lembaga pendidikan tempat mereka sekolah seperti sekolah anak-anak berkebutuhan khusus. Pemberian pelajaran tersebut juga perlu melihat dari tingkat keparahan yang dideritanya. Karena untuk masalah yang seperti ini, hanya yang menderita RM ringan saja yang bisa diberikan pelajaran itu. Itu juga hanya sebatas memberitahu mereka seperti pada remaja putri yang sedang mengalami menstruasi, “apabila keluar darah pada bagian ini kamu, maka kamu harus memakai ini (pembalut) pada bagian itu, dengan menunjukkan dan memberitahukan apa yang harus mereka lakukan. Tidak perlu menjelaskan apa itu menstruasi, anatomi-anatominya, dan yang lain-lain apalagi secara mendetail. Mereka hanya perlu diberikan pengarahan untuk menindaklanjuti apa yang harus mereka lakukan pada saat hal itu terjadi.